Terima Kasih

·

5 min read

Pada suatu malam di tahun 2021, tepatnya saat aku sakit karena kecelakaan dan positif COVID, aku hampir menyerah dengan keadaan. Aku hampir pasrah jika memang Allah mencukupkan umurku hanya sampai di situ.

Namun, dalam hati kecilku, aku menyelipkan permohonan "agar bisa sembuh" dan berjanji pada diri sendiri jika Allah memberikan kesembuhan dan kesempatan untuk hidup lebih lama, aku akan menggunakan sisa hidupku untuk menuntut ilmu, menulis, dan menyebarkan ilmu yang aku miliki dengan cara lainnya.

Alhamdulillah, setelah sekitar satu bulan, kesehatanku kembali pulih dan aku sudah bisa berjalan serta beraktivitas, meski belum seperti sedia kala. Aku mulai berpikir, harus mulai dari mana untuk memenuhi janjiku itu. Aku coba membuat list materi untuk dijadikan artikel, tujuannya untuk melatih diri agar nantinya aku terbiasa.

FYI, selama sakit, aku tinggal di rumah orang tua di Jawa Tengah, dan kerja full WFH serta kuliah juga masih full online. Pertengahan Agustus 2021, seluruh karyawan diharuskan masuk kantor.

Beruntungnya, kondisiku saat itu sudah mulai membaik. Aku sudah bisa berjalan lebih lama dan melakukan kegiatan lainnya, hanya satu yang belum berani, yaitu mengendarai sepeda motor.

Tanggal 19 Agustus 2021, akhirnya aku kembali ke Jakarta. Orang tua sebenarnya tidak mengizinkanku untuk merantau lagi karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, karena sudah terlanjur kuliah juga, akhirnya itu jadi alasan orang tua mengizinkan aku untuk merantau lagi.

Di tengah perjalanan kembali ke Jakarta, kebetulan waktu itu malam hari, aku iseng buka Instagram dan melihat QnA yang dibuka oleh seseorang dan menuliskan pesan "Kangennn".

Pesan itu tidak ada maksud apa pun, aku hanya iseng karena gabut selama perjalanan. Qadarullah, dijawab oleh beliau "Sini2, peluk pakai tugas". Kemudian aku jawab lagi, "kasih saya motivasi dong, abis kena COVID & kecelakaan".

Respon beliau cukup bikin aku sedikit malu dan tertawa "kualat itu". Akhirnya, aku jawab lagi "wkwk iya kayaknya kualat ngomong besok taunya hilang." Di sini, percakapan sudah selesai.

Pada tanggal 21 Agustus (kalau tidak salah), entah kenapa, aku iseng membalas story WhatsApp beliau. Isinya kurang lebih "Jadi kapan saya dapat tugas lagi". Beliau aku anggap bukan hanya sebagai seorang guru tapi juga role model, kakak, dan teman.

  • Menjadi guru ketika aku bertemu kegelapan.

  • Menjadi role model ketika aku mulai lupa diri dan ingin berhenti untuk struggle.

  • Menjadi kakak ketika aku butuh didengarkan suaranya sebagai seorang anak bungsu.

  • Menjadi teman ketika aku butuh obrolan random yang endingnya memberikanku insight. Dan minusnya poin ini, aku sulit untuk mengendalikan diri "untuk tidak gampang kesal". Karena di pikiranku, jika teman melakukan hal-hal yang sekiranya tidak berkenan di hati, wajar jika kita kesal ke orang tersebut.

Iterasi (perulangan) tersebut terus terjadi dari tahun 2021 hingga 2023 ini. Semua itu bukan hanya sekedar keisengan belaka, tapi salah satu bentuk memenuhi janjiku ke Allah.

Aku menyadari aku butuh mentor untuk membimbingku menuju cita-cita yang aku dambakan. Aku tidak peduli meski terkadang beliau memberikan tugas yang bikin perut terasa mual. Intinya aku nurut, manut saja, selagi itu masih hal positif.

Singkat cerita, tahun 2021 akhir, aku berkontribusi dalam penulisan buku machine learning milik beliau yang berhasil terbit di bulan Maret 2022. Di buku tersebut, kurang lebih aku berkontribusi sekitar 100 halaman.

Senangnya bukan main, ketika tahu buku tersebut terbit. Ada perasaan sedikit lega di hati karena salah satu janji aku ke Allah sudah mulai bisa aku penuhi. Tapi ini bukan akhir, justru sebuah awal untuk lebih semangat lagi ke depannya. Sembari menunggu buku pertama selesai direview penerbit, aku diajak untuk berkontribusi kembali di buku kedua, yaitu buku data mining.

Aku tidak pernah mengharapkan apa pun dari buku-buku yang ditulis. Karena aku menulis sebagai salah satu cara untuk menjaga ingatan dan memenuhi janjiku ke Allah karena telah diberi kesempatan untuk hidup lebih lama.

Bagi sebagian orang mungkin terdengar aneh atau bahkan tidak masuk akal. Hal ini terbukti dengan adanya stigma orang lain yang mengatakan kalau aku "hanya dijadikan babu, bucin (budak cinta)".

Tapi aku terima semua itu, karena yang mengetahui kebenarannya hanya aku dan Allah. Percuma kalau aku menjelaskan panjang lebar, jika orang tersebut dari awal sudah tidak setuju dengan keputusan yang aku ambil.

Selain berkontribusi dalam penulisan dua buku di atas, aku juga berkontribusi dalam penelitian S3 beliau yang berfokus pada bidang blockchain. Aku mulai berkontribusi dalam pembuatan proposal disertasi.

Di dalam proposal tersebut berisi literatur dari berbagai penelitian terdahulu. Sebanyak 276 paper yang relevan ditemukan, kemudian dilakukan filtering hingga akhirnya terpilih sebanyak 115 paper yang paling relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Selama beberapa bulan, aku ditugaskan untuk mengumpulkan seluruh paper di atas serta melakukan review pada 115 paper terpilih. Rasanya bagaimana? Nikmat.

Aku menemukan sisi lain dari diriku yang belum pernah aku temukan sebelumnya. Aku jadi pandai memanajemen waktu, mulai dari kerja, kuliah, hingga menyelesaikan tugas di atas. Yah, tanpa aku sadari kesehatanku pada saat itu menurun sangat drastis.

Mungkin, hal tersebut disebabkan karena jam tidur yang aku miliki sangat singkat dibanding biasanya. Pada saat itu, aku selalu tidur di atas jam 2 atau 3 dini hari dengan aktivitas kerja dari jam 09.00-17.00 dan jadwal kuliah mulai dari 17.30 hingga 21.30.

Waktu tersebut belum termasuk perjalanan yang aku gunakan untuk sampai di tempat tujuan. Jadi bisa dibayangkan betapa padatnya. Oh iya, aku punya waktu libur kuliah di hari Kamis, Sabtu, dan Minggu. Waktu ini yang aku gunakan untuk mengerjakan tugas-tugas di atas.

Lebih jauh lagi, kadang kala juga aku diberi tugas untuk membantu project beliau dalam membuat membuat model machine learning ataupun data mining. Apakah aku mengharapkan imbalan? Tentu saja tidak.

Tapi aku pernah beberapa kali melempar candaan "mau durian" atau "mau sushi". Biasanya aku melempar candaan tersebut saat aku sedang malas atau ada kegiatan lain. Bisa dibilang menolak secara halus lah.

Namun, beliau pernah dua kali menyanggupi permintaan tersebut. Aku pernah diberi uang kurang lebih 200K untuk beli durian montong. Durian ini tidak aku makan sendiri, tapi aku bagi-bagi dengan teman-teman lainnya karena kebetulan waktu itu aku sedang ada kegiatan dengan mereka.

Selain itu, aku diberi uang sebanyak 100K untuk beli sushi, namun aku belikan KFC untuk dimakan bersama teman-teman juga. Akupun menyampaikan semuanya, bahwa semua yang aku belikan tadi dinikmati bersama teman-teman.